1.
Immoral Manajemen
Immoral Manajer Sumber : Thomas W. Zimmerer,
alasan kepentingan dirinya sendiri
demi keuntungan sendiri atau perusahaannya. Kekuatan yang menggerakkan manajemen
Imoral adalah kerakusan/ ketamakan, yaitu berupa prestasi organisasi atau
keberhasilan personal. Manajemen immoral merupakan kutub yang berlawanan dengan
manajemen etika. Misalnya, pengusaha yang menggaji karyawannya dengan gaji
dibawah upah fisik minimum atau perusahaan yang meniru produk-produk perusahaan
lain, atau perusahaan percetakan yang memperbanyak cetakannya melebihi
kesepakatan dengan pemegang hak cipta dan sebagainya.
Immoral manajemen juga merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam
menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe
ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan
moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan
aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya
memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas
untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau
kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang
disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankan
bisnisnya.
2.
Amoral Manajemen
Amoral
Manajemen Sumber : Thomas W. Zimmerer,
Tujuan utama dari manajemen amoral adalah juga profit, akan tetapi
tindakannya berbeda dengan manajemen immoral. Ada satu cara kunci yang
membedakannya, yaitu mereka tidak dengan sengaja melanggar hukum atau norma
etika. Bahkan pada manajemen amoral adalah bebas kendali dalam mengambil
keputusan, artinya mereka tidak mempertimbangkan etika dalam mengambil
keputusan. Salah satu contoh dari manajemen amoral adalah penggunaan test lie
detector bagi calon karyawan.
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah
amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe
manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau
moralitas. ). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa
dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak
langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan
menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah
memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat
baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis
mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak.
3.
Moral Manajemen
Moral
Manajemen Sumber : Norman M.Scarborough
Manajemen moral juga bertujuan untuk meraih keberhasilan, tetapi dengan
menggunakan aspek legal dan prinsip-prinsip etika. Filosofi manajer moral
selalu melihat hukum sebagai standar minimum untuk beretika dalam perilaku.
Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level
standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer
yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang
berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam
kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan
keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara
legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti
keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku.
Ø
Agama
Agama adalah sumber dari segala moral dalam etika apapun dengan kebenarannya yang absolut. Tiada keraguan dan tidak boleh diragukan nilai-nilai etika yang bersumber dari agama. Agama berkorelasi kuat dengan moral. Setiap agama mengandung ajaran moral atau etika yang di jadikan pegangan bagi para penganutnya. Pada umumnya, kehidupan beragama yang baik akan menghasilkan kehidupan moral yang baik pula. Orang-orang dalam organisasi bisnis secara luas harus menganut nilai shiddiq, tabligh, amanah dan fathanah.
Agama adalah sumber dari segala moral dalam etika apapun dengan kebenarannya yang absolut. Tiada keraguan dan tidak boleh diragukan nilai-nilai etika yang bersumber dari agama. Agama berkorelasi kuat dengan moral. Setiap agama mengandung ajaran moral atau etika yang di jadikan pegangan bagi para penganutnya. Pada umumnya, kehidupan beragama yang baik akan menghasilkan kehidupan moral yang baik pula. Orang-orang dalam organisasi bisnis secara luas harus menganut nilai shiddiq, tabligh, amanah dan fathanah.
Ø Filosofi
Sumber utama nilai-nilai etika yang dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi dalam pengeJolaan dan pengendalian perilaku pebisnis dengan aktifitas usaha bisnisnya adalah filsafat. Ajaran-ajaran filsafat tersebut mengandung nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari pemikiran-pemikiran filsuf dan ahli filsafat yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Sumber utama nilai-nilai etika yang dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi dalam pengeJolaan dan pengendalian perilaku pebisnis dengan aktifitas usaha bisnisnya adalah filsafat. Ajaran-ajaran filsafat tersebut mengandung nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari pemikiran-pemikiran filsuf dan ahli filsafat yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Ø Budaya
Referensi penting lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan etika bisnis adalah pengalaman dan perkembangan budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun budaya yang bersumber dari berbagai negara (Cracken, 1986). Budaya yang mengalami transisi akan melahirkan nilai, aturan-aturan dan standar-standar yang diterima oleh suatu komunitas tertentu dan selanjutnya diwujudkan dalam perilaku seseorang, suatu kelompok atau suatu komunitas yang lebih besar.
Referensi penting lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan etika bisnis adalah pengalaman dan perkembangan budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun budaya yang bersumber dari berbagai negara (Cracken, 1986). Budaya yang mengalami transisi akan melahirkan nilai, aturan-aturan dan standar-standar yang diterima oleh suatu komunitas tertentu dan selanjutnya diwujudkan dalam perilaku seseorang, suatu kelompok atau suatu komunitas yang lebih besar.
Ø Hukum
Hukum merupakan aturan hidup yang bersifat memaksa dan si pelanggar dapat diberi tindakan hukum yang tegas dan nyata. Hukum moral dalam banyak hal lebih banyak mewarnai lilai-nilai etika. Hukum moral adalah tuntunan perilaku manusia yang ditaati karena kesadaran yang bersumber pada hati nurani dan bertujuan untuk mencapaikebahagiaan.
Selain hukum moral yang biasanya tidak tertulis dan hanya ditulis untuk penjelasan informasi semata, etika bisnis juga mengadopsi aturan-aturan yang berlaku pada suatu daerah, negara atau kesepakatan-kesepakatan hukum internasional. Harapan-harapan etika ditentukan oleh hukum yang berlaku itu. Hukurn mengatur serta mendorong perbaikan masalah yangdipandang buruk atau baik dalam suatu komunitas. Sayangnya hingga saat ini kita masih menemukan kendala-kendala penyelenggaraan hukum etika di Indonesia
Hukum merupakan aturan hidup yang bersifat memaksa dan si pelanggar dapat diberi tindakan hukum yang tegas dan nyata. Hukum moral dalam banyak hal lebih banyak mewarnai lilai-nilai etika. Hukum moral adalah tuntunan perilaku manusia yang ditaati karena kesadaran yang bersumber pada hati nurani dan bertujuan untuk mencapaikebahagiaan.
Selain hukum moral yang biasanya tidak tertulis dan hanya ditulis untuk penjelasan informasi semata, etika bisnis juga mengadopsi aturan-aturan yang berlaku pada suatu daerah, negara atau kesepakatan-kesepakatan hukum internasional. Harapan-harapan etika ditentukan oleh hukum yang berlaku itu. Hukurn mengatur serta mendorong perbaikan masalah yangdipandang buruk atau baik dalam suatu komunitas. Sayangnya hingga saat ini kita masih menemukan kendala-kendala penyelenggaraan hukum etika di Indonesia
Ø
Leadership
Satu hal penting dalam penerapan etika bisnis di perusahaan adalah peran seorang pemimpin/leadership. Pemimpin menjadi pemegang kunci pelaksanaan yang senantiasa dilihat oleh seluruh karyawan. Di berbagai kondisi, saat krisis sekalipun, seorang pemimpin haruslah memiliki kinerja emosional & etika yang tinggi. Pada prakteknya, dibutuhkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual dari seorang pemimpin dalam penerapan etika bisnis Kepemimpinan yang baik dalam bisnis adalah kepemimpinan yang beretika. Etika dalam berbisnis memberikan batasan akan apa yang yang sebaiknya dilakukan dan tidak. Pemimpin sebagai role model dalam penerapan etika bisnis, akan mampu mendorong karyawannya untuk terus berkembang sekaligus memotivasi agar kapabilitas karyawan teraktualisasi.
Satu hal penting dalam penerapan etika bisnis di perusahaan adalah peran seorang pemimpin/leadership. Pemimpin menjadi pemegang kunci pelaksanaan yang senantiasa dilihat oleh seluruh karyawan. Di berbagai kondisi, saat krisis sekalipun, seorang pemimpin haruslah memiliki kinerja emosional & etika yang tinggi. Pada prakteknya, dibutuhkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual dari seorang pemimpin dalam penerapan etika bisnis Kepemimpinan yang baik dalam bisnis adalah kepemimpinan yang beretika. Etika dalam berbisnis memberikan batasan akan apa yang yang sebaiknya dilakukan dan tidak. Pemimpin sebagai role model dalam penerapan etika bisnis, akan mampu mendorong karyawannya untuk terus berkembang sekaligus memotivasi agar kapabilitas karyawan teraktualisasi.
Ø Strategi dan Performasi
Fungsi yang penting dari
sebuah manajemen adalah untuk kreatif dalam menghadapi tingginya tingkat
persaingan yang membuat perusahaannya mencapai tujuan perusahaan terutama dari
sisi keuangan tanpa harus menodai aktivitas bisnisnya berbagai kompromi etika.
Sebuah perusahaan yang jelek akan memiliki kesulitan besar untuk menyelaraskan
target yang ingin dicapai perusahaannya dengan standar-standar etika. Karena
keseluruhan strategi perusahaan yang disebut excellence harus bisa melaksanakan
seluruh kebijakan-kebijakan perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan dengan
cara yang jujur.
Ø
KarakterIndividu
Perjalanan hidup suatu perusahaan tidak lain adalah karena peran banyak individu dalam menjalankan fungsi-fungsinya dalam perusahaan tersebut. Perilaku para individu ini tentu akan sangat mempengaruhi pada tindakan-tindakan mereka ditempat kerja atau dalam menjalankanaktivitasbisnisnya.
Semua kualitas individu nantinya akan dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang diperoleh dari luar dan kemudian menjadi prinsip yang dijalani dalam kehidupannya dalam bentuk perilaku. Faktor-faktor tersebut yang pertama adalah pengaruh budaya, pengaruh budaya ini adalah pengaruh nilai-nilai yang dianut dalam keluarganya. Seorang berasal dari keluarga tentara, mungkin saja dalam keluarganya di didik dengan disiplin yang kuat, anak anaknya harus beraktivitas sesuai dengan aturan yang diterapkan orang tuanya yang kedua, perilaku ini akan dipengaruhi oleh lingkunganya yang diciptakan di tempat kerjanya. Aturan ditempat kerja akan membimbing individu untuk menjalankan peranannya ditempat kerja. Peran seseorang dalam oerganisasi juga akan menentukan perilaku dalam organisasi,seseorang yang berperangsebagai direktur perusahaan, akan merasa bahwa dia adalah pemimpin dan akan menjadi panutan bagi para karyawannya,sehingga dalam bersikap dia pun akan mencoba menjadi orang yang dapat dicontoh oleh karyawannya, misalnya dia akan selalu datang dan pulang sesuai jam kerja yang ditentukan oleh perusahaan. Faktor yang ketiga adalah berhubungan dengan lingkungan luar tempat dia hidup berupa kondisi politik dan hukum, serta pengaruh–pengaruh perubahan ekonomi. Moralitas seseorang juga ditentukan dengan aturan-aturan yang berlaku dan kondisi negara atau wilayah tempat tinggalnya saat ini. Kesemua faktor ini juga akan terkait dengan status individu tersebut yang akan melekat pada diri individu tersebut yang terwuju dari tingkah lakunya.
Perjalanan hidup suatu perusahaan tidak lain adalah karena peran banyak individu dalam menjalankan fungsi-fungsinya dalam perusahaan tersebut. Perilaku para individu ini tentu akan sangat mempengaruhi pada tindakan-tindakan mereka ditempat kerja atau dalam menjalankanaktivitasbisnisnya.
Semua kualitas individu nantinya akan dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang diperoleh dari luar dan kemudian menjadi prinsip yang dijalani dalam kehidupannya dalam bentuk perilaku. Faktor-faktor tersebut yang pertama adalah pengaruh budaya, pengaruh budaya ini adalah pengaruh nilai-nilai yang dianut dalam keluarganya. Seorang berasal dari keluarga tentara, mungkin saja dalam keluarganya di didik dengan disiplin yang kuat, anak anaknya harus beraktivitas sesuai dengan aturan yang diterapkan orang tuanya yang kedua, perilaku ini akan dipengaruhi oleh lingkunganya yang diciptakan di tempat kerjanya. Aturan ditempat kerja akan membimbing individu untuk menjalankan peranannya ditempat kerja. Peran seseorang dalam oerganisasi juga akan menentukan perilaku dalam organisasi,seseorang yang berperangsebagai direktur perusahaan, akan merasa bahwa dia adalah pemimpin dan akan menjadi panutan bagi para karyawannya,sehingga dalam bersikap dia pun akan mencoba menjadi orang yang dapat dicontoh oleh karyawannya, misalnya dia akan selalu datang dan pulang sesuai jam kerja yang ditentukan oleh perusahaan. Faktor yang ketiga adalah berhubungan dengan lingkungan luar tempat dia hidup berupa kondisi politik dan hukum, serta pengaruh–pengaruh perubahan ekonomi. Moralitas seseorang juga ditentukan dengan aturan-aturan yang berlaku dan kondisi negara atau wilayah tempat tinggalnya saat ini. Kesemua faktor ini juga akan terkait dengan status individu tersebut yang akan melekat pada diri individu tersebut yang terwuju dari tingkah lakunya.
Ø
BudayaOrganisasi
Budaya organisasi adalah suatu kumpulan nilai-nilai, norma-norma, ritual dan pola tingkah laku yang menjadi karakteristik suatu organisasi. Setiap budaya perusahaan akan memiliki dimensi etika yang didorong tidak hanya oleh kebijakan-kebijakan formal perusahaan, tapi juga karena kebiasaan-kebiasaan sehari-hari yang berkembang dalam organisasi perusahaan tersebut, sehingga kemudian dipercayai sebagai suatu perilaku, yang bisa ditandai mana perilaku yang pantas dan mana yang tidak pantas.
Budaya organisasi adalah suatu kumpulan nilai-nilai, norma-norma, ritual dan pola tingkah laku yang menjadi karakteristik suatu organisasi. Setiap budaya perusahaan akan memiliki dimensi etika yang didorong tidak hanya oleh kebijakan-kebijakan formal perusahaan, tapi juga karena kebiasaan-kebiasaan sehari-hari yang berkembang dalam organisasi perusahaan tersebut, sehingga kemudian dipercayai sebagai suatu perilaku, yang bisa ditandai mana perilaku yang pantas dan mana yang tidak pantas.
Budaya-budaya
perusahaan inilah yang membantu terbentuknya nilai dan moral ditempat kerja,
juga moral yang dipakai untuk melayani para stakeholdernya. Aturan-aturan dalam
perusahaan dapat dijadikan yang baik. Hal ini juga sangat terkait dengan visi
dan misi perusahaan.
Banyak hal-hal lain yang bisa kita
jadikan contoh bentuk budaya dalam perusahaan. Ketika masuk dalam sebuah bank,
misalnya, satpam bank selalu membukakan pintu untuk pengunjung dan selalu
mengucapkan salam, seperti selamat pagi ibu…selamat sore pak, sambil
menundukkan badannya, dan nilai-nilai sebagiannya. Ini juga budaya perusahaan,
yang dijadikan kebiasaan sehari-hari perusahaan.