Makalah Ilmu Budaya Dasar
Tari Mayang Madu Sebagai Metode dakwah
Penyebaran Agama islam
di Lamongan
Dosen Pengampuh: Arsy Binawati Sp.si
Dibuat oleh : Tika Nataria
NPM : 1A214771
Kelas : 1EA32
Jurusan : Manajemen
UNIVERSITAS GUNADARMA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lamongan
adalah salah satu kabupaten di Jawa Timur yang mengalami pembangunan
sangat cepat, terutama infrastruktur, industri dan wisata. Sejak satu
dasawarsa terakhir, Lamongan dikenal sebagai daerah yang beberapa kali
meraih penghargaan otonomi award dari propinsi Jawa Timur dan dari
lembaga swadaya masyarakat (LSM). Keberhasilan lainnya adalah merebut
sebagai kabupaten yang mampu menciptakan good goverment.
Lamongan
memiliki tradisi dan budaya yang beragam (multi culture). Warga
lamongan sangat dikenal memiliki etos yang tinggi, pekerja keras, dan
tidak mudah menyerah. Orang Lamongan sangat menghargai kesempatan dan
waktu untuk digunakan hal-hal produktif. Orang Lamongan, baik laki-laki
maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja di sektor
apa pun. Namun yang lebih mengesankan adalah adanya kerjasama dan
komunikasi yang baik antara suami dan istri yang rela saling berbagi
pekerjaan demi menunjang kesuksesan keluarga.
Resep
hidup kebersamaan itulah menjadi modal utama bagi orang Lamongan untuk
membangun sebuah keluarga sakinah mawaddah warahmah. Orang Lamongan suka
hidup apa adanya, tanpa harus menunjukkan sesuatu yang bukan menjadi
milik dan kepunyaannya. Kehebatan budaya Lamongan ialah semangat
menghargai dan mencintai kebersamaan dalam berbagai keberbedaan yang
ada. Budaya seperti itu dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dalam
lingkup keluarga, dan lebih-lebih di tengah kehidupan masyarakat.
Selain
itu, Lamongan juga dikenal sebagai tempat makam salah satu walisongo,
yaitu Sunan Drajat. Sunan Drajat adalah seorang wali yang hidupnya
sangat sederhana dan memiliki kekhasan dalam berdakwah. Sunan Drajat
berhasil mengislamkan daerah pesisir tanpa harus konfrontasi
(berkonflik) dengan adat istiadat dan budaya setempat. Islam yang
diajarkan Sunan Drajat adalah Islam mengayomi dan melindungi semua warga
masyakatnya.
Fenomena
yang lazim terjadi dan biasa dikerjakan pada masyarakat pada umumnya
ada yang mucul dari nilai-nilai keagamaan ada pula yang muncul dari
nilai-nilai keagamaan, sedangkan tidak setiap kebudayaan yang terdapat
dimasyarakat sesuai dengan ajaran agama, untuk itulah salah satu upaya
dalam menyelaraskan penyebaran islam dilakukan dalam rangka dakwah
melalui budaya yang ada di daerah setempat. Salah satu dari adanya
budaya yang diciptakan oleh sunan Drajat sebagai salah satu media
penyebaran agama islam yang ramah adalah dengan cara mengajak masyarakat
untuk berpartisipasi adalah melalui tari Mayang Madu.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
- Bagaimanakah Peranan tari mayang madu sebagai salah satu metode dakwah bagi kaum islam?
- Bagimanakah transformasi dan perkembangan tari mayang madu di zaman globalisasi sekarang?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Kota Lamongan
Lamongan
merupakan Pintu Gerbang ke Kerajaan Kahuripan, Kerajaan Panjalu,
Kerajaan Jenggala, Kerajaan Singosari atau Kerajaan Mojopahit, berada di
Ujung Galuh, Canggu dan kambang Putih ( Tuban). Setelah itu tumbuh
pelabuhan Sedayu Lawas dan Gujaratan (Gresik), merupakan daerah amat
ramai , sebagai penyambung hubungan dengan Kerajaan luar Jawa bahkan
luar Negeri. Zaman Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur, Di Lamongan
berkembang Kerajaan kecil Malawapati ( kini dusun Melawan desa Kedung
Wangi kecamatan Sambeng ) dipimpin Raja Agung Angling darma dibantu
Patih Sakti Batik Maadrim termasuk kawasan Bojonegoro kuno. Saat ini
masih tersimpan dengan baik, Sumping dan Baju Anglingdarma didusun
tersebut. Di sebelah barat berdiri Kerajaan Rajekwesi di dekat kota
Bojonegoro sekarang.
Perioede
Kerajaan Majapahit dipimpin Raja Hayam Wuruk (1350 -1389) kawasan kanan
kiri Bengawan Solo menjadi daerah Pardikan. Merupakan daerah penyangga
ekonomi Mojopahit dan jalan menuju pelabuhan Kambang Putih. Wilayah ini
disebut Daerah Swatantra Pamotan dibawah kendali Bhre Pamotan atau Sri
Baduga Bhrameswara paman Raja Hayam Wuruk ( Petilasan desa Pamotan
kecamatan Sambeng ), sebelumnya. Di bawah kendali Bhre Wengker (
Ponorogo ). Daerah swatantra Pamotan meliputi 3 kawasan pemerintahan
Akuwu , meliputi Daerah Biluluk (Bluluk) Daerah Tenggulunan (Tenggulun
Solokuro) , dan daerah Pepadhangan (Padangan Bojonegoro).
Menurut
buku Negara Kertagama telah berdiri pusat pengkaderan para cantrik yang
mondok di Wonosrama Budha Syiwa bertempat di Balwa (desa Blawi
Karangbinangun) , di Pacira ( Sendang Duwur Paciran), di Klupang (Lopang
Kembangbahu) dan di Luwansa ( desa Lawak Ngimbang). Desa Babat
kecamatan Babat ditengarahi terjadi perang Bubat, sebab saat itu babat
salah satu tempat penyeberangan diantar 42 temapt sepanjang aliran
bengawan Solo. Berita ini terdapat dalam Prasasti Biluluk yang tersimpan
di Musium Gajah Jakarta, berupa lempengan tembaga serta 39 gurit di
Lamongan yang tersebar di Pegunungan Kendeng bagian Timur dan beberapa
temapt lainnya.
Menjelang
keruntuhan Mojopahit tahun 1478M, Lamongan saat itu dibawah kekuasaaan
Keerajaan Sengguruh (Singosari) bergantian dengan Kerajaan Kertosono
(Nganjuk) dikenal dengan kawasan Gunung Kendeng Wetan diperintah oleh
Demung, bertempat disekitar Candi Budha Syiwa di Mantup. Setelah itu
diperintah Rakrian Rangga samapi 1542M ( petilasan di Mushalla
KH.M.Mastoer Asnawi kranggan kota Lamongan ). Kekuasaan Mojopahit di
bawah kendali Ario Jimbun (Ariajaya) anak Prabu Brawijaya V di
Galgahwangi yang berganti Demak Bintoro bergelar Sultan Alam Akbar Al
Fatah ( Raden Patah ) 1500 sampai 1518, lalu diganti anaknya, Adipati
Unus 1518 sampai 1521 M , Sultan Trenggono 1521 sampai 1546 M.
Dalam
mengembangkan ambisinya, sultan Trenggono mengutus Sunan Gunung Jati (
Fatahilah ) ke wilayah barat untuk menaklukkan Banten, Jayakarta,
danCirebon. Ke timur langsung dpimpin Sultan sendiri menyerbu Lasem,
Tuban dan Surabaya sebelum menyerang Kerajaan Blambangan ( Panarukan).
Pada saat menaklukkan Surabaya dan sekitarnya, pemerintahan Rakryan
Rangga Kali Segunting ( Lamong ), ditaklukkan sendiri oleh Sultan
Trenggono 1541 . Namun tahun 1542 terjadi pertempuran hebat antara
pasukan Rakkryan Kali Segunting dibantu Kerajaan sengguruh (Singosari)
dan Kerajaan Kertosono Nganjuk dibawah pimpinan Ki Ageng Angsa dan Ki
Ageng Panuluh, mampu ditaklukkan pasukan Kesultanan Demak dipimpin Raden
Abu Amin, Panji Laras, Panji Liris. Pertempuran sengit terjadi didaerah
Bandung, Kalibumbung, Tambakboyo dan sekitarnya.
Tahun
1543M, dimulailah Pemerintahan Islam yang direstui Sunan Giri III, oleh
Sultan Trenggono ditunjuklah R.Abu Amin untuk memimpin Karanggan Kali
Segunting, yang wilayahnya diapit kali Lamong dan kali Solo. Wilayah
utara kali Solo menjadi wilayah Tuban, perdikan Drajat, Sidayu, sedang
wilayah selatan kali Lamong masih menjadi wilayah Japanan dan Jombang.
Tahun 1556 M R.Abu Amin wafat digantikan oleh R.Hadi yang masih paman
Sunan Giri III sebagai Rangga Hadi 1556 -1569M Tepat hari Kamis pahing
10 Dzulhijjah 976H atau bertepatan 26 mei 1569M, Rangga Hadi dilantik
menjadi Tumenggung Lamong bergelar Tumenggung Surajaya ( Soerodjojo)
hingga tahun 1607 dan dimakamkan di Kelurahan Tumenggungan kecamatan
Lamongan dikenal dengan Makam Mbah Lamong. Tanggal tersebut dipakai
sebagai Hari Jadi Lamongan.
Setelah
Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945, daerah Lamongan menjadi daerah garis
depan melawan tentara pendudukan Belanda, perencanaan serangan 10
Nopember Surabaya juga dilakukan Bung Tomo dengan mengunjungi dulu Kyai
Lamongan dengan pekikan khas pembakar semangat Allahu Akbar. Lamongan
yang dulunya daerah miskin dan langganan banjir, berangsur-angsur
bangkit menjadi daerah makmur dan menjadi rujukan daerah lain dalam
pengentasan banjir. Dulu ada pameo "Wong Lamongan nek rendeng gak iso
ndodok, nek ketigo gak iso cewok" tapi kini diatasi dengan semboyan dari
Sunan Drajat, Derajate para Sunan dan Kyai "Memayu Raharjaning Praja"
yang benar benar dilakukan dengan perubahan mendasar, dalam
memsejahterahkan rakyatnya masih memegang budaya kebersamaan saling
membantu sesuai pesan kanjeng Sunan Drajat "Menehono mangan marang wong
kangluwe, menehono paying marang wong kang kudanan , menehono teken
marang wong kang wutho, menehono busaono marang wong kang wudho"
2.2 Sejarah tari Mayang Madu
Tari
mayang Madu berasal dari daerah Lamongan. Tari ini biasa ditampilkan
dalam bentuk tari tunggal, tari kelompok, maupun tari massal. Tari
Mayang Madu mempunyai konsep islami dan tradisional, karena Tari Mayang
Madu diilhami dari kegigihan syiar agama islam di Lamongan yang
disebarkan oleh Sunan Drajat dengan cara menggunakan gamelan sebagai
medianya. Gamelan Sunan Drajat terkenal dengan sebutan gamelan " Singo
Mengkok".
Latar
belakang Sunan Drajat menggunakan media seni karena pada saat itu
masyarakat banyak yang masih memeluk agama Hindu, Budha dan pengaruh
dari kerajaan Majapahit. Nama tari Mayang Madu diambil dari sejarahnya
Raden Qosim yang memimpin dan memberi teladan yang baik untuk kehidupan
di Desa Drajat Paciran. Lalu Sultan Demak ( Raden Patah ) memberi gelar
kepada Raden Qosim yaitu " Sunan Mayang Madu " pada tahun 1484 Masehi.
Untuk
mengenag jasa perjuangan Sunan Mayang Madu ( Raden qosim ), maka tarian
khas Lamongan disebut dengan Tari Mayang Madu, agar masyarakat Lamongan
tergugah hatingya untuk tetap meneruskan perjuangan Sunan Mayang Madu
dalam menyebarkan agama islam.
- Busana Tari Mayang Madu:
- Kerudung Polos + kerudung biasa
- Hiasan Kerudung
- Anting – anting
- Baju berlengan panjang
- Sabuk
- Epek
- Kemben
- Rok panjang
- Celana
- Keunikan Tari Mayang Madu:
- Improfisasi pada gerak bagian pertama
- Gerak tari bisa juga menggunakan lagu shalawatan
- Musik gamelan dan shalawatan teradu dengan musik rebana
- Busana sesuai dengan nuansa islami
- Sifat Tarinya lemah lembut, gemulai, dan juga pejuang
- Rias wajah cantik karena berkarakter putri
2.2 Sejarah Munculnya Sunan Drajat
Sunan
Drajat yang punya nama paling banyak. Semasa muda ia dikenal sebagai
Raden Qasim, Qosim, atau Kasim. Masih banyak nama lain yang disandangnya
di berbagai naskah kuno. Misalnya Sunan Mahmud, Sunan Mayang Madu,
Sunan Muryapada, Raden Imam, Maulana Hasyim, Syekh Masakeh, Pangeran
Syarifuddin, Pangeran Kadrajat, dan Masaikh Munat. Dia adalah putra
Sunan Ampel dari perkawinan dengan Nyi Ageng Manila, alias Dewi
Condrowati. Empat putra Sunan Ampel lainnya adalah Sunan Bonang, Siti
Muntosiyah, yang dinikahi Sunan Giri, Nyi Ageng Maloka, yang diperistri
Raden Patah, dan seorang putri yang disunting Sunan Kalijaga. Akan
halnya Sunan Drajat sendiri, tak banyak naskah yang mengungkapkan
jejaknya.
Ada
diceritakan, Raden Qasim menghabiskan masa kanak dan remajanya di
kampung halamannya di Ampeldenta, Surabaya. Setelah dewasa, ia
diperintahkan ayahnya, Sunan Ampel, untuk berdakwah di pesisir barat
Gresik. Perjalanan ke Gresik ini merangkumkan sebuah cerita, yang kelak
berkembang menjadi legenda. Syahdan, berlayarlah Raden Qasim dari
Surabaya, dengan menumpang biduk nelayan. Di tengah perjalanan,
perahunya terseret badai, dan pecah dihantam ombak di daerah Lamongan,
sebelah barat Gresik. Raden Qasim selamat dengan berpegangan pada dayung
perahu. Kemudian, ia ditolong ikan cucut dan ikan talang --ada juga
yang menyebut ikan cakalang.Dengan menunggang kedua ikan itu, Raden
Qasim berhasil mendarat di sebuah tempat yang kemudian dikenal sebagai
Kampung Jelak, Banjarwati. Menurut tarikh, peristiwa ini terjadi pada
sekitar 1485 Masehi. Di sana, Raden Qasim disambut baik oleh tetua
kampung bernama Mbah Mayang Madu dan Mbah Banjar.
Konon,
kedua tokoh itu sudah diislamkan oleh pendakwah asal Surabaya, yang
juga terdampar di sana beberapa tahun sebelumnya. Raden Qasim kemudian
menetap di Jelak, dan menikah dengan Kemuning, putri Mbah Mayang Madu.
Di Jelak, Raden Qasim mendirikan sebuah surau, dan akhirnya menjadi
pesantren tempat mengaji ratusan penduduk.
Jelak,
yang semula cuma dusun kecil dan terpencil, lambat laun berkembang
menjadi kampung besar yang ramai. Namanya berubah menjadi Banjaranyar.
Selang tiga tahun, Raden Qasim pindah ke selatan, sekitar satu kilometer
dari Jelak, ke tempat yang lebih tinggi dan terbebas dari banjir pada
musim hujan. Tempat itu dinamai Desa Drajat.
Namun,
Raden Qasim, yang mulai dipanggil Sunan Drajat oleh para pengikutnya,
masih menganggap tempat itu belum strategis sebagai pusat dakwah Islam.
Sunan lantas diberi izin oleh Sultan Demak, penguasa Lamongan kala itu,
untuk membuka lahan baru di daerah perbukitan di selatan. Lahan berupa
hutan belantara itu dikenal penduduk sebagai daerah angker.
Menurut
sahibul kisah, banyak makhluk halus yang marah akibat pembukaan lahan
itu. Mereka menteror penduduk pada malam hari, dan menyebarkan penyakit.
Namun, berkat kesaktiannya, Sunan Drajat mampu mengatasi.Setelah
pembukaan lahan rampung, Sunan Drajat bersama para pengikutnya membangun
permukiman baru, seluas sekitar sembilan hektare.
Atas
petunjuk Sunan Giri, lewat mimpi, Sunan Drajat menempati sisi
perbukitan selatan, yang kini menjadi kompleks pemakaman, dan dinamai
Ndalem Duwur. Sunan mendirikan masjid agak jauh di barat tempat
tinggalnya. Masjid itulah yang menjadi tempat berdakwah menyampaikan
ajaran Islam kepada penduduk.
Sunan
menghabiskan sisa hidupnya di Ndalem Duwur, hingga wafat pada 1522.Di
tempat itu kini dibangun sebuah museum tempat menyimpan barang-barang
peninggalan Sunan Drajat --termasuk dayung perahu yang dulu pernah
menyelamatkannya. Sedangkan lahan bekas tempat tinggal Sunan kini
dibiarkan kosong, dan dikeramatkan.
Sunan
Drajat terkenal akan kearifan dan kedermawanannya. Ia menurunkan kepada
para pengikutnya kaidah tak saling menyakiti, baik melalui perkataan
maupun perbuatan. ''Bapang den simpangi, ana catur mungkur,'' demikian
petuahnya. Maksudnya: "jangan mendengarkan pembicaraan yang
menjelek-jelekkan orang lain, apalagi melakukan perbuatan itu."
Sunan
memperkenalkan Islam melalui konsep dakwah bil-hikmah, dengan cara-cara
bijak, tanpa memaksa. Dalam menyampaikan ajarannya, Sunan menempuh lima
cara. Pertama, lewat pengajian secara langsung di masjid atau langgar.
Kedua, melalui penyelenggaraan pendidikan di pesantren. Selanjutnya,
ketiga, memberi fatwa atau petuah dalam menyelesaikan suatu masalah.
Cara
keempat, melalui kesenian tradisional. Sunan Drajat kerap berdakwah
lewat tembang pangkur dengan iringan gending. Terakhir, ia juga
menyampaikan ajaran agama melalui ritual adat tradisional, sepanjang
tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Adapun Empat pokok ajaran Sunan Drajat adalah:
- Paring teken marang kang kalunyon lan wuta
- Paring pangan marang kang kaliren
- Paring sandang marang kang kawudan
- Paring payung kang kodanan.
Artinya:
- Berikan tongkat kepada orang buta
- Berikan makan kepada yang kelaparan
- Berikan pakaian kepada yang telanjang
- Berikan payung kepada yang kehujanan.
Sunan
Drajat sangat memperhatikan masyarakatnya. Ia kerap berjalan mengitari
perkampungan pada malam hari. Penduduk merasa aman dan terlindungi dari
gangguan makhluk halus yang, konon, merajalela selama dan setelah
pembukaan hutan. Usai salat asar, Sunan juga berkeliling kampung sambil
berzikir, mengingatkan penduduk untuk melaksanakan salat magrib.
''Berhentilah bekerja, jangan lupa salat,'' katanya dengan nada
membujuk.Ia selalu menelateni warga yang sakit, dengan mengobatinya
menggunakan ramuan tradisional, dan doa. Sebagaimana para wali yang
lain, Sunan Drajat terkenal dengan kesaktiannya. Sumur Lengsanga (leng
sanga artinya lubang sembilan --webmaster) di kawasan Sumenggah,
misalnya, diciptakan Sunan ketika ia merasa kelelahan dalam suatu
perjalanan.
Ketika
itu, Sunan meminta pengikutnya mencabut wilus, sejenis umbi hutan.
Ketika Sunan kehausan, ia berdoa. Maka, dari sembilan lubang bekas umbi
itu memancar air bening --yang kemudian menjadi sumur abadi. Dalam
beberapa naskah, Sunan Drajat disebut-sebut menikahi tiga perempuan.
Setelah menikah dengan Kemuning, ketika menetap di Desa Drajat, Sunan
mengawini Retnayu Condrosekar, putri Adipati Kediri, Raden Suryadilaga.
Peristiwa
itu diperkirakan terjadi pada 1465 Masehi. Menurut Babad Tjerbon, istri
pertama Sunan Drajat adalah Dewi Sufiyah, putri Sunan Gunung Jati.
Alkisah, sebelum sampai di Lamongan, Raden Qasim sempat dikirim ayahnya
berguru mengaji kepada Sunan Gunung Jati. Padahal, Syarif Hidayatullah
itu bekas murid Sunan Ampel. Di kalangan ulama di Pulau Jawa, bahkan
hingga kini, memang ada tradisi ''saling memuridkan''. Dalam Babad
Tjerbon diceritakan, setelah menikahi Dewi Sufiyah, Raden Qasim tinggal
di Kadrajat. Ia pun biasa dipanggil dengan sebutan Pangeran Kadrajat,
atau Pangeran Drajat. Ada juga yang menyebutnya Syekh Syarifuddin.
Bekas
padepokan Pangeran Drajat kini menjadi kompleks perkuburan, lengkap
dengan cungkup makam petilasan, terletak di Kelurahan Drajat, Kecamatan
Kesambi. Di sana dibangun sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid
Nur Drajat. Naskah Badu Wanar dan Naskah Drajat mengisahkan bahwa dari
pernikahannya dengan Dewi Sufiyah, Sunan Drajat dikaruniai tiga putra.
Anak tertua bernama Pangeran Rekyana, atau Pangeran Tranggana. Kedua
Pangeran Sandi, dan anak ketiga Dewi Wuryan.
Filosofi
Sunan Drajat dalam pengentasan kemiskinan kini terabadikan dalam sap
tangga ke tujuh dari tataran komplek Makam Sunan Drajat. Secara lengkap
makna filosofis ke tujuh sap tangga tersebut sebagai berikut :
- Memangun resep teyasing Sasomo (kita selalu membuat senang hati orang lain).
- Jroning suko kudu eling Ian waspodo (di dalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada)
- Laksitaning subroto tan nyipto marang pringgo bayaning lampah (dalam perjalanan untuk mencapai cita – cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan)
- Meper Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora nafsu-nafsu)
- Heneng – Hening – Henung (dalam keadaan diam kita akan memperoleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita – cita luhur).
- Mulyo guno Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita capai dengan salat lima waktu)
- Menehono teken marang wong kang wuto, Menehono mangan marang wong kang luwe, Menehono busono marang wong kang wudo, Menehono ngiyup marang wongkang kodanan (Berilah ilmu agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah kehidupan masyarakat yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, serta beri perlindungan orang yang menderita)
Ketika
Sunan Drajat wafat, beliau dimakamkan di Paciran. Lokasinya tidak jauh
dari wisata WBL.Makam Sunan Drajat tidak pernah sepi untuk dikunjungi
para peziarah yang tidak dari dalam kota saja, melainkan dari luar kota.
Para peziarah mendo'akan Sunan Drajat dengan khusyuk sekali. Mereka
merasa berhutang budi atas perjuangan Sunan Drajat dalam syiar agama
islam.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Study Kasus
Pada
awalnya daerah lamongan juga tidak semuanya beagama islam, akan tetapi
sejak adanya sunan drajat yang dating ke daerah lamongan tepatnya di
daerah paciran inilah yang menjadikan pusat penyebaran islam selain
beberapa sunan yang konon pernah ada disana sepertihalnya pengembaraan
yang pernah dilakukan oleh sunan kalijaga. Berbagai metode dakwah yang
dilakukan mempunyai pengaruh besar bagi masyarakat sekitar sepertihalnya
perubahan masyarakat yang berbondong-bondong untuk masuk islam.
Sunan
memperkenalkan Islam melalui konsep dakwah bil-hikmah, dengan cara-cara
bijak, tanpa memaksa. Dalam menyampaikan ajarannya, Sunan menempuh lima
cara. Pertama, lewat pengajian secara langsung di masjid atau langgar.
Kedua, melalui penyelenggaraan pendidikan di pesantren. Selanjutnya,
memberi fatwa atau petuah dalam menyelesaikan suatu masalah. Cara
keempat, melalui kesenian tradisional. Sunan Drajat kerap berdakwah
lewat tembang pangkur dengan iringan gending. Terakhir, ia juga
menyampaikan ajaran agama melalui ritual adat tradisional, sepanjang
tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Empat pokok ajaran Sunan Drajat
adalah: Paring teken marang kang kalunyon lan wuta; paring pangan marang
kang kaliren; paring sandang marang kang kawudan; paring payung kang
kodanan. Artinya: berikan tongkat kepada orang buta; berikan makan
kepada yang kelaparan; berikan pakaian kepada yang telanjang; dan
berikan payung kepada yang kehujanan.
Salah
satu metode yang sampai sekarang berkembang adalah metode penyampaian
dengan seni tari, yakni tari mayang madu yang diusung dari nama sunan
mayang madu. Tari ini berkembang dengan membawa lagu dan nyanyian yang
bernuansa islami dan juga berpakaian islam. Metode ini layaknya mulai
diperdebatkan karena tidak mengandung kesopanan, terutama dari segi
penari adalah penari putri.
3.2 Perkembangan kota lamongan
Sejak
kepemimpinan Bupati Masfuk sepuluh tahun silam, Lamongan bagaikan
disulap menjadi daerah yang maju, inovatif dan terkelola dengan baik.
Potensi daerah yang selama ini masih belum tergali dan dimanfaatkannya,
kini dioptimalkan dengan sangat luar biasa. Sebut saja misalnya, Masfuk
membangun Wisata Bahari Lamongan (WBL), melengkapi Goa Maharani dengan
sejumlah binatang yang saat ini menjadi Maharani Zoo, mendirikan hotel
yang stategis di pesisir Laut Tanjung Kodok, membangun pelabuhan,
pusat-pusat perbelanjaan, hingga sampai penciptaan becak bermotor, agar
orang yang meraik becak tidak lagi bermodalkan "dengkul" tatapi dengan
mesin.
Meski
potensi itu sudah ada sejak dulu kala, bahkan takdir sunnahtullah
serasa tidak seperti sekarang ini yang kita bayangkan. Tanjung Kodok
sebagai kelebihan bibir pantai Lamongan sama sekali tidak pernah
dipikirkan. Melalui tangan dingin Masfuk, semua potensi tersebut
dimanfaatkan sebagai objek wisata dengan menggandeng investor asing
untuk menginvestasikan modalnya di Lamongan. Jadilah Wisata yang menawan
para pengunjung dan penziarah untuk melihat keindahan yang Allah
takdirkan berjuta-juta tahun yang silam.
Saat
ini ikon Lamongan terpusat pada WBL, sebagai tempat jujukan para
wisatawan yang datang dari mana pun. Sekalipun Lamongan memiliki wisata
yang begitu eksotik, tetapi Lamongan tidak mau meninggalkan budayanya,
yaitu religius. Lihat saja, di area WBL dibangun sebuah Masjid yang
megah dan strategis bagi para pengunjung yang akan menunaikan shalat.
Para wisatawan yang hendak shalat tidak perlu lagi menemui kesulitan
mencari tempat shalat sebagaimana tempat wisata lainnya. Itulah sebuah
ciri khas Lamongan yang sekalipun mengusung budaya modern, tetapi tetapi
menghargai dan melestarikan nilai-nilai yang religius yang masih kental
diyakini orang.
Keberadaan
WBL tidak lepas dari sebuah masyarakat pesisir Paciran-Lamongan.
Masyarakat ini dikenal sangat kuat mempertahankan nilai-nilai
religiusnya. Bahkan, untuk hari libur saja, orang Paciran lebih memilih
hari jum'at ketimbang hari minggu. Tentu saja budaya tersebut lahir,
bukan tanpa maksud. Bahwa hari jum'at adalah hari yang harus di hormati,
karena seorang laki-laki wajib shalat jum'at. Sehingga sekolah/madrasah
liburnya memilih hari jum'at, bahkan beberapa pekerja (nelayan dan
buruh), memilih jum'at sebagai hari libur. Begitu kental masyarakat
Paciran menghormati dan mengamalkan tradisi dan budaya agama Islam.
Keberhasilan
Lamongan yang perlu diapresiasi adalah perubahan kabupaten dari yang
dulu sama sekali tidak diperhitungkan dan dikunjungi orang, kini menjadi
kabupaten yang rata-rata per harinya tidak kurang dari 5000 hingga
15000 pengunjung menengok keindahan wisata Lamongan, baik itu WBL,
Maharani Zoo, maupun Makam Sunan Drajat. Bisa kita bayangkan, berapa
besar pendapatan yang masuk ke kas daerah, dan berapa besar putaran roda
ekonomi yang terjadi dimasyarakat sekitarnya, yang mampu memberi
penghidupan masyarakat.
Selain
itu, Lamongan juga dikenal sebagai tempat makam salah satu walisongo,
yaitu Sunan Drajat. Sunan Drajat adalah seorang wali yang hidupnya
sangat sederhana dan memiliki kekhasan dalam berdakwah. Sunan Drajat
berhasil mengislamkan daerah pesisir tanpa harus konfrontasi
(berkonflik) dengan adat istiadat dan budaya setempat. Islam yang
diajarkan Sunan Drajat adalah Islam mengayomi dan melindungi semua warga
masyakatnya.
Tidak
luput perhatian dari pemimpin Lamongan, Masfuk memainkan Makam Sunan
Drajat sebagai potensi religi yang sangat penting untuk dikelola sebagai
tempat wisata yang menguntungkan daerah dan masyarakat sekitar. Potensi
ekonomi menjadi hidup berdampingan dengan wisata religi yang menyatu
dengan daerah setempat. Setelah dibangun dan dilengkapi dengan berbagai
pusat perbelanjaan, kini pengunjung Makam Sunan Drajat datang dari
berbagai wilayah di Indonesia.
Lamongan
juga membangun sebuah pelabuhan bernama PT. Lamongan Integrated
Shorebase (LIS). Pelabuhan ini akan difungsikan untuk menyediakan sentra
logistik terpadu bertaraf internasional. Dengan adanya pelabuhan itu,
maka sentra logistik akan mampu melayani industri Migas yang beroperasi
di Jawa Timur dan Indonesia Timur dengan konsep One Stop Hypermarket.
Capaian ini merupakan keberhasilan Lamongan dalam kurun waktu sepuluh
tahun terakhir.
Sumber
potensi lamongan lainnya adalah padi dan ikan. Untuk Propinsi Jawa
Timur, Lamongan telah surplus menyumbangkan beras untuk masyarakatnya
dan kelebihannya di ekspor ke luar daerah Lamongan. Lamongan termasuk
lumbungnya padi. Demikian halnya dengan ikan, Lamongan memiliki Tempat
Pelelangan Ikan (TPI) terbesar di Jawa Timur, yaitu pelabuhan Brondong
yang dulu diresmikan oleh Presiden Soeharto Tahun 1980an. Ikan yang
bongkar muat di pelabuhan Brondong mampu mesuplai semua warga Lamongan
hingga dapat dikomsumsi sampai ke berbagai daerah di pulau Jawa dan
keluar pulau Jawa.
Cabang
olah raga, Lamongan juga dikenal dengan sepak bolanya. Persatuan Sepak
Bola Lamongan (Persela) mampu mengangkat reputasi nama Lamongan di
pentas nasional. Persela beberapa kali telah menorehkan juara I Propinsi
Jawa Timur. Tahun 2011 ini, persela U-21 telah menjuarai liga Indonesia
Junior menjadi sebuah potensi untuk mengembangkan bakat para pemuda
kota Lamongan. Prestasi demi prestasi yang lahir tentu bukan lahir dari
sebuah ketidaksengajaan, akan tetapi merupakan upaya yang dirancang,
dipersiapkan dan dikelola dengan baik.
Sekian
banyak kemajuan yang ditorehkan Lamongan tersebut, yang perlu mendapat
aksentuasi (perhatian/penekanan) yaitu adanya sikap mau maju, serius dan
komitmen dalam memegang tugas dan amanah. Warga Lamongan tidak suka
hidup kepura-puraan, akan tetapi menyukai hidup yang lugas, apa adanya
dan tanpa pamrih.
3.2 Analisis dan Solusi
Berdasarkan
permasalahan mengenai metode dakwah yang digunakan oleh sunan drajat
mengenai adanya tari inilah yang meninmbulkan banyak pertentangan
sepertihalnya dari anggota tertentu mengatakan bahwa hal tersebut adalah
bid’ah atau bahkan mengajak ke jalan yang sesat.
Magagamen
dakwah memegang pranan penting dalam menentukan keberhasilan dakwah.
Yang dimaksud dengan managemen dakwah adalah suatu proses pemampatan
serta pendayagunaan kseluruhan sub system dakwah dakwah secara effektif
untuk mencapai sasaran dan tujuan dakwah.
Dalam
upaya membangun managemen dakwah harus memperhatikan prinsip-prinsip
managemen secara keseluruhan, yang dimaksud dengan prinsip-prinsip
managemen dakwah adalah :
- Organisasi dakwah
Oraganisasi
dakwah yang dibentuk dengan baik, dengan menempatkan seseorang dalam
struktur organisasi sesuai dengan bidang, bakat, dan minat mereka masing
masing, dan dapat dikelola dengan baik dan rapi akan menjadi kekuatan
gerakan dakwah yang dapat bergerak secara efektif, dan akan dapat
mengatasi permasalahan-permasalahan dakwah dengan baik.
- Plening dakwah
Perencanaan
dakwah yang baik dan terprogran secara rapi, dan bertahap akan sangat
menetukan tahapan-tahapan apa yang harus dicapai, sebaliknya dakwah yang
dilaksanakan tanpa perencanaan yang mateng akan sulit mencapai sasaran
dan tujuan yang jelas.
- Aktuating dakwah atau pelaksanaan dakwah
dakwah
yang dilaksanakan dengan berlandaskan perencanaan dakwah yang matang
biasanya kegiatan dakwah akan dapan dilaksanakan secara tertib, teratur, dan efektif.
- Kontroling dakwah
Mengontrol
kegiatan dakwah sangat penting untuk mengantisipasi
kekurangan-kekurangan yang terjadi dalam proses dakwah, dan sangat
bermanfaat untuk menjaga kesinambungan proses kegiatan dakwah.
- Evaluasi dakwah
Untuk
mengetahui apakah dakwah itu berhasil atau tidak, gagal atau tidak
harus ada proses evaluasi yang cermat, teliti, dan objektif, dengan
menetapkan parameter-parameter keberhasilan atau ketidak berhasilan
suatu aktifitas dakwah, dan dari hasil evaluasi secara objektif dapat
dijadikan konsideran untuk menyusun langkah-langkah strategi dakwah yang
lebih efewktif pada masa berikutnya, dan isyarat untuk mengadakan
evaluasi terdapat dalam firman Allah SWT :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا
قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا
تَعْمَلُونَ
“
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.” [
Q.S. Al-Hasyr 59: 18 ].[1]
Dari
ayat tersebut dapat difahami bahwa perlu adanya suatu proses evaluasi
terhadap kegiatan yang telah dilakukan, untuk merencanakan hidup yang
lebih baik di masa-masa yang akan datang, termasuk kegiatan dakwak yang
telah dilakukan perludi evaluasi.
Selain
itu, seni tari yang perlu dilaukan sebaiknya berdasarkan filosofi yang
disampaikan oleh sunan drajat, yaitu sebagai berikut:
- Memangun resep teyasing Sasomo (kita selalu membuat senang hati orang lain).
- Jroning suko kudu eling Ian waspodo (di dalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada)
- Laksitaning subroto tan nyipto marang pringgo bayaning lampah (dalam perjalanan untuk mencapai cita – cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan)
- Meper Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora nafsu-nafsu)
- Heneng – Hening – Henung (dalam keadaan diam kita akan memperoleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita – cita luhur).
- Mulyo guno Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita capai dengan salat lima waktu)
- Menehono teken marang wong kang wuto, Menehono mangan marang wong kang luwe, Menehono busono marang wong kang wudo, Menehono ngiyup marang wongkang kodanan (Berilah ilmu agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah kehidupan masyarakat yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, serta beri perlindungan orang yang menderita)
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Beradasarkan hasil diskusi makalah ini adalah
1. tari mayang madu tetap menjadi metode dakwah pada zaman dahulu
sebagai
salah satu metode penyebaran agama islam, selain itu tari mayang madu
sudah digunakan sebagai tarian khas budaya lamongan yang mengajarkan
agama islam dengan pakaian dan tarian serta lagu yang masih bernuansa
islam.
2. Transformasi
yang ada di daerah lamongan sudah cukup berkembang dengan adanya
globalisasi. Bahkan sejak adanya WBL, dan taman pariwisata yang lain
membuat lamongan lebih maju dan berkebang. Dilihat dari segi pendidikan,
kegamaan, pariwisata, dan persepakbolaan.
4.2 Saran
Sebagai
warga lamongan, saya berharap agar pemerintahan daerah bisa
mempertahankan dan mengembangkan kemajuan wilayah lamongan. Maka perlu
adanya pemerintah untuk dapat terjun langsung dalam upaya pelestarian
budaya, agama, dan pendidikan di kota lamongan melalui gerakan anak
bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar